Journey Story

Story I (Pekalongan, March 27-28, 2014)

Ingin mengetahui lebih banyak hal mengenai bagaimana membuat batik, di bulan Maret 2014, aku mengambil hari cuti untuk melakukan perjalanan menuju ke salah satu Kota Batik, pilihanku jatuh ke Pekalongan dengan Motonya BATIK yaitu Bersih, Aman, Tertib, Indah, Komunikatif. Hari Rabu/ 26 Maret 2014 aku berangkat dengan kereta Argo Muria dari Stasiun Gambir- Jakarta, tiba di kota Pekalongan jam 11.00 siang.
Di sepanjang jalan raya Pantura mendekati Pekalongan, disuguhkan dengan deretan pertokoan dan Pasar Grosir yang menawarkan produk batiknya. Masuk ke dalam kota Pekalongan, di sepanjang jalan raya terdapat pohon besar di kiri kanan jalan, membuatku merasa nyaman berjalan menyusuri kota ini. Di Pekalongan terdapat banyak kampung batik, diantaranya adalah Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Pesindon, Kampung ATBM dan Tenun Medono.  
Anda dapat melakukan perjalanan menyusurinya dengan cukup berjalan kaki karena kompleks pertokoan yang cukup dekat satu sama lain ataupun menggunakan Becak.  Untuk melepas penat dan lelah, aku memilih Hotel Nirwana Bintang Tiga sebagai tempat penginapan, untuk Standard Room harganya Rp.300.000,-/hari.  Anda bisa memilih penginapan yang lain karena di Kota Pekalongan tersedia banyak pilihan Hotel.
Jika Anda ingin melihat bagaimana proses pembuatan batik, sebaiknya datang di hari selain hari Jumat, karena hari Jumat adalah hari libur tapi jika Anda ingin membeli produk-produk batiknya  pertokoan di Pekalongan buka setiap hari. Budaya Islam di kota Pekalongan ini masih cukup kental dan banyak juga keturunan Arab yang memiliki usaha Batik.
Keinginantahuanku tentang proses pembuatan batik aku tujukan untuk menjelajahi Kampung Batik Kauman, aku tempuh dengan berjalan kaki dari Hotel Nirwana sambil menikmati suasana kotanya yang tidak seramai Ibu Kota Jakarta.


Memasuki Kampung Batik Kauman, langkahku terhenti di depan Gerbang Home Industri Nulaba, aku ucapkan Assalamualaikum sambil mengetuk pintu rumah. Disambut oleh seorang ibu, aku bertanya apakh boleh saya melihat proses pembuatan batiknya, setelah ditanyakan ke Pemilik usaha, akhirnya diperbolehkan dan diarahkan ke lantai atas dengan ditemani seorang Bapak sebagai supervisor. Memasuki ruangan produksi batik, terdapat seorang laki-laki yang sudah sepuh sedang membuat Batik Cap dengan menaruhkan Stempel Cap di atas kain secara berurutan.  Beliau sudah selama 40 tahun membuat Batik. Di ruangan tersebut, ada sekitar 7 orang yang sedang melakukan pembuatan batik Cap. Ruang kerja tersebut cukup panas bagiku apalagi ditambah dengan malam-malam yang sedang dimasak dengan tabung LPG.


Para pembatik ini bekerja dengan sistem borongan, hari kerjanya adalah Senin-Kamis dan Sabtu-Minggu sedangkan hari Jumat Libur, dimulai dari jam 07.00 s.d 16.00. Penghasilan rata-rata pekerja ini berkisar Rp.250.000 s.d 300.000,- /Minggu. Sebagian besar yang bekerja adalah laki-laki. Sangat disayangkan, karena datang kesiangan sehingga proses yang bisa aku lihat hanya sedikit.

Sisa malam dari kain yang sudah mengalami proses nglorod bisa didaur ulang dan digunakan kembali dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Pewarna kain yang digunakan adalah pewarna sintetis sedangkan pewarna alami sudah sulit diperoleh dan perlu proses yang cukup panjang. Mesin Roll kain batik untuk memberikan warna ke bagian yang diinginkan tidak akan membuat malam yang melekat mengelupas.

Pemilik usaha ini bernama Bapak Faturachman atau dikenal dengan Bapak Toman, Beliau meneruskan usaha pembuatan Batik Cap ini yang sudah berlangsung selama 3 generasi berturut-turut. Ternyata Peristiwa 11 September Wall Trade Center membawa pengaruh signifikan yang membuat omset perdagangan Bapak Toman menurun drastis.


Setelah selesai mengetahui banyak hal  mengenai pembuatan Batik Cap dari Batik Nulaba, kemudian mampir di Batik Mufti, home industri yang membuat Batik Tulis, di rumah di ruangan pertama saya menjumpai 8 wanita yang sedang mencanting membuat Batik Tulis. Merasa sangat kagum karena menurutku lukisan Batik yang dibuat sangat cantik dan perpaduan warna yang serasi.


 
Pemilik usaha ini seorang Ibu rumah tangga, selain menghasilkan Batik di atas kain katun/primis juga di kain sutera yang cukup mahal. Para pembuat batik tulis ini mayoritas adalah wanita sedangkan yang melakukan proses pewarnaan dan nglorod dilakukan oleh 2 orang pria. 



Pekerja ini diupah secara harian. Ada juga yang memilih melakukan pembuatan batik dengan dibawa pulang ke rumah dan baru diantar ke pemesan jika sudah jadi. Lamanya proses pembuatan batik tulis ini beragam tergantung tingkat kompleksitas gambar dan jumlah warna yang diinginkan. Untuk 1 lembar kain batik tulis dengan 3 warna waktu yang diperlukan bisa satu bulan. Tidak heran jika kain batik tulis ini mahal harga jualnya.

Mendekati jam 16.00, pekerja ini siap-siap berbenah untuk pulang ke rumah dan mayoritas ibu-ibu ini menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi.

Informasi dari pemilik usaha Batik Tulis ini, tidak ada dukungan dari pemerintah untuk membantu mengembangkan usaha batiknya, semuanya dilakukan dengan upaya sendiri. Sebagian besar penduduk kota Pekalongan di sini menggantungkan hidupnya dengan bermatapencaharian Batik.


1 comment:

  1. Terimakasih sudah meliput kami.
    Jujur kami senang dengan tulisannya.
    Oh iya perkenalkan saya Zhiaul Faekar dari batik Nulaba. Saya menggantikan almarhum Bapak Fatchurrachman di Batik Nulaba.
    Semoga aish bisa datang kembali ke gubuk kami.
    Best regards zhia

    ReplyDelete